Senin, 30 Juni 2014

ASKEP TRAKEOSTOMI



LAPORAN PENDAHULUAN
TRAKHEOSTOMI

A.    Pengertian Trakheostomi
Trakheostomi adalah tindakan pembedahan dengan membuat insisi pada trachea untuk memasukkan pipa trakheostomi (tracheostomy tube), sehingga klien dapat bernafas melalui pipa tersebut.
Trakheostomi meerupakan prosedur penyelamatan hidup (life-saving procedur) yang hanya dikerjakan ketika semua pilihan penatalaksanaan jalan nafas (airway management) tidak mungkin dilaksanakan. Prosedur ini dilakukan ketika pemasangan pipa endotrakheal (endotracheal tube) melalui hidung maupun mulut tidak mungkin atau sulit dilakukan.
Walaupun demikian trakheostomi tidak hanya dilakukan sebagai prosedur darurat (emergency procedur). Prosedur ini juga dapat dilaksanakan secara terencana (elective operation).
B.     Indikasi Trakheostomi
Trakheostomi dikerjakan atas indikasi sebagai berikut:
·         Dibutuhkan untuk penggunaan jalan nafas buatan (artificial airway) yang lama
·         Sumbatan jalan nafas bagian atas
·         Perdarahan jalan nafas bagian atas
·         Penurunan derajat kesadaran dan ketidakmampuan untuk menjaga jalan nafas bagian bawah
·         Ketidak mampuan untuk membersihkan jalan nafas bagian bawah
·         Dibutuhkan untuk ventilasi mekanik yang terus menerus
·         Pemasangan pipa endotrakheal yang lam dapat menyebabkan erosi dan infeksi
·         Fraktur laring atau trachea
·         Luka bakar jalan nafas (airway burns)
C.     Tujuan Trakheostomi
Menurut deWit (1998:455) trakheostomi dikerjakan untuk :
·         Membantu atau mengontrol ventilasi mekanik yang digunakan dalam waktu yang lama
·         Menyediakan fasilitas penghisapan secret jalan nafas pada klien yang tidak bisa batuk
·         Mencegah aspirasi substansi mulut dan lambung (oral and gastric substance) seperti pada klien tidak sadar atau paralysis
·         Membuat jalan pintas (bypass) pada konstriksi atau obstruksi jalan nafas (sebagai akibat darai ederma laring, adanya benda asing atau tumor, prosedur pembedahan yang melibatkan leher, luka bakar yang berat, trauma wajah atau dada)
D.    Macam-Macam Pipa Trakheostomi
Terdapat berbagai macam pipa trakheostomi (tracheostomy tube). Variasi ini meliputi komposisi bahan pembentuknya, jumlah bagiannya, bentuknya dan ukurannya (Black & Jacobs, 1997:1067). Menurut bahan pembentuknya pipa trakheostomi bisa terbuat dare semiflexible plastic, rigid plastic, atau metal. Berdasarkan jumlah bagiannya pipa trakheostomi ada yang disebut single cannula karena hanya memiliki satu cannula dan double cannula karena memiliki dua cannula. Di samping itu pipa trakheostomi ada yang memiliki balon (cuffed) yang bisa dikembangkan dan ada yang tidak memiliki balon (uncuffed). Pipa trakheostomi juga ada yang memiliki lubang di outer cannula-nya yang disebut fenestrated tracheostomy tube.
Berbagai macam pipa trakheostomi tersebut tersedia dalam berbagai ukuran dan derajat kelengkungan kurvanya. Sudut kelengkungannya biasanya antara 50 sampai 90 derajat. Disamping itu pipa trakheostomi ada yang panjang dan ada juga yang pendek.
Pemilihan pipa trakheostomi harus disesuaikan dengan kondisi klien. Diameter pipa trakheostomi harus lebih kecil dibanding lubang trachea. Diameter pipa trakheostomi yang terlalu besar akan merusak mukosa dinding trachea dan menyebabkan nekrosis. Tetapi diameter pipa trakheostomi juga tidak boleh terlalu kecil, sehingga tidak mudah lepas. Disamping diameter, panjang pipa trakheostomi juga harus dipertimbangkan. Pipa yang terlalu pendek akan mudah lepas. Tetapi pipa yang terlalu panjang akan mengenai karina dan akan merusaknya.
Berdasarkan bentuk dan kegunaannya, macam-macam pipa trakheostomi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Universal Tracheostomy Tube
Pipa trakheostomi yang paling umum adalah universal tracheostomy tube yang memiliki tiga bagian, yaitu Outer cannula with cuff, flange and pilot tube, inner cannula, obsturator. Ketiga bagian ini digabung menjadi satu unit dan tidak boleh tertukar dengan unit yang lain.
Outer cannula dimasukkan kedalam stoma trakheostomi agar tetap terbuka, sehingga udara dapat melalui kanula tersebut. Outer cannula memiliki flange atau neckplate yang memiliki lubang untuk tali yang dapat diikatkan pada leher, sehingga dapat mempertahankan posisi kanula.
Obsturator harus tetap berada di dalam outer cannula sebelum dimasukkan ke dalam stoma trakheostomi. Ujung obsturator yang bulat dan halus menghindari trauma pada saat dimasukkan. Obsturator harus segera dilepas begitu outer cannula sudah dimasukkan kedalam stoma. Letakkan obsturator didalam tempatnya dan tempatkan diatas kepala klien, sehingga mudah dijangkau. Hal ini akan dibutuhkan bila sewaktu-waktu outer cannula-nya lepas dan harus dimasukkan lagi.
Begitu obsturator dilepaskan dare outer cannula, inner cannula harus segera dipasang. Kunci pada tempatnya agar tidak lepas. Inner cannula menjaga jalan nafas tetap terbuka karena dapat dibersihkan lebih sering. Inner cannula dapat diambil dan dibersihkan dengan mudah.
2.      Single-Cannula Tracheostomy Tube
Pipa trakheostomi tipe ini lebih ramping dibanding double-cannula tube. Karena tidak memiliki inner cannula, sehingga tidak dapat dibersihkan untuk membuang secret. Klien dengan sibngle-cannula tube harus mendapatkan humidification yang terus menerus untuk mencegah sumbatan oleh penumpukan secret. Single-cannula tube yang lebih panjang digunakan untuk klien dengan leher yang gemuk.
3.      Fenestrated Tracheostomy Tube
Dinamakan fenestrated tracheostomy tube karena memiliki lubang (fenestration) pada dinding outer cannula, tepatnya di curvatura posterior. Ketika inner cannula dilepas, lubang (fenestration) akan dilewati udara, sehingga memungkinkan klien untuk bersuara. Hal ini karena udara yang melalui lubang tersebut akan menggetarkan pita suara, sehingga dapat menimbulkan suara. Disamping itu, klien juga dapat batuk lebih efektif. Prosedur ini digunakan pada :
·         Klien yang sedang berada pada tahap penyapihan dare pipa trakheostomi
·         Klien yang membutuhkan pipa trakheostomi dalam jangka waktu yang lama
Menurut Weilitz and Dettenmeier (1994) pemakaian fenestrated tracheostromy tube tidak direkomendasikan untuk klien yang beresiko terjadi aspirasi (Taylor, Lilis & LeMone, 1997:1346).
4.      Talking Tracheostomy
Untuk kepentingan ini dibutuhkan katub satu arah (one-way valve) yang diikatkan 15 mm pada ujung akhir inner cannula pada universal tracheostomy tube. Model ini memungkinkan klien berbicara tanpa harus melepas pipa trakheostomi. Hal ini karena selama inspirasi udara dapat memasuki paru melalui katub satu arah tersebut. Tetapi ketika ekspirasi, katub akan menutup dan udara akan menggerakkan pita suara, sehingga dapat digunakan untuk berbicara. Model ini juga memungkinkan klien untuk batuk lebih efektif.
Talking tracheostomy ini tidak pernah digunakan bila tidak ada ruangan di sekitar pipa trakheostomi yang memungkinkan dilewatai udara untuk pernafasan. Sebelum penggunaan talking tracheostomy ini balon pipa harus selalu dikempiskan. Pengembangan balon beresiko terjadinya mati lemas (suffocation).
5.      Communitrach Tube
Pipa jenis ini memungkinkan klien untuk berbicara, tetapi membutuhkan koordinasi. Suatu pipa jalan udara (seperti pipa kedua) berada diluar communitrach dan hanya membuka di atas balon. Terdapat sebuah pintu pada akhir dare pipa tersebut. Ketika pintu tersebut ditutup, maka udara yang tertekan akan berjalan sepanjang pipa tersebut dan akan menimbulkan getaran pada pita suara. Dengan demikian klien dapat berbicara, walaupun tidak dengan suara yang normal.
6.      Tracheostomy Button
Tracheostomy button ini kadang-kadang digunakan selama masa penyapihan. Tracheostomy button ini pendek dan memiliki sumbat yang bisa dirubah (removable) dengan penutup satu arah di dalamnya. Sumbat ini hanya memungkinkan dilalui udara saat inspirasi. Udara ekspirasi akan melalui saluran nafas bagian atas. Dengan demikian klien akan dapat berbicara.
7.      Permanent Tracheostomy
Pada umumnya klien dengan permanent tracheostomy menggunakan universal tracheostomy tube yang tidak memiliki balon (cuffles) atau Olimpic tracheostomy button. Untuk meminimalkan (mengaburkan) penampilan pipa trakheostomi, banyak klien yang menggunakan low-profile inner cannula.
8.      Metal Tracheostomy Tube
Pipa jenis ini terbuat dare sterling silver atau stainless steel. Yang paling terkenal dare jenis ini adalah Jackson tracheostomy tube. Pipa ini tidak memiliki balon (uncuffed). Pipa metal paling sering digunakan mengikuti permanent tracheostomy atau laringectomy. Inner cannula terkunci bersama dengan outer cannula.
E.     Komplikasi Pemakaian Pipa Trakheostomi
Pemakaian pipa trakheostomi dapat menimbulkan berbagai macam masalah, yaitu:
1.      Nekrosis Dinding Trakhea (Tracheal Wall Necrosis)
Nekrosis dapat terjadi antara dinding posterior trachea dan esophagus. Keadaan ini disebut tracheoesophageal fistula. Fistula ini memungkinkan udara memasuki lambung dan menyebabkan distensi. Disamping itu juga dapat merangsang terjadinya aspirasi cairan lambung (gastric contents). Fistula ini paling sering terjadi pada pemakaian pipa trakheostomi yang menggunakan balon dan digunakan bersama dengan pipa nasogstric (nasogstric tube).
Nekrosis pada dinding anterior trachea dapat menyebabkan erosi pada arteri. Tetapi kondisi ini jarang terjadi.
2.      Dilatasi Trakhea (Tracheal Dilatation)
Pemakaian pipa trakheostomi dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan dilatasi trachea. Hal ini terutama pada penggunaan pipa trakheostomi dengan balon. Dilatasi trachea biasanya ditandai dengan dibutuhkannya penambahan udara pada balon untuk memfiksasi pipa atau ditemukannya pembengkakan pada dinding trachea pada rongten.
3.      Stenosis Trakhea (Tracheal Stenosis)
Stenosis trachea berupa suatau penyempitan saluran trachea yang dapat terjadi antara 1 minggu sampai 2 tahun setelah intubasi. Kondisi ini merupakan hasil dari bentukan bekas luka yang mengalami keradangan.
4.      Sumbatan Jalan Nafas (Airway Obstruction)
Aliran udara melalui pipa trakheostomi dapat mengalami penyumbatan oleh berbagai sebab. Mungkin disebabkan oleh berubahnya posisi pipa atau karena terlalu besarnya (overinflation) balon, sehingga menekan ujung pipa. Disamping itu pembersihan kanula yang kurang adekuat dapat menyebabkan penimbunan secret yang akan menyumbat jalan nafas.
5.      Infeksi (Infection)
Trakheostomi meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Hal ini karena :
a)      Pemintasan system pertahanan jalan nafas bagian atas (seperti penyaringan, penghangatan dan pelembaban udara)
b)      Penurunan mucociliary transport dan batuk termasuk peningkatan tumpukan secret.
Organisme yang sering menimbulkan infeksi adalah Pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya.
6.      Dekanulasi (Tube Removal)
Pipa trakheostomi yang tidak terikat dengan baik pada leher dapat lepas dari stoma. Tetapi tipe pipa trakheostomi yang standard telah memiliki bagian pengamanan yang sangat baik, sehingga resiko dekanulasi biasanya sangat rendah. Dekanulasi mungkin juga terjadi pada saat penggantian tali leher. Disamping itu manipulasi pipa trakheostomi atau pengisapan lendir (suctioning) dapat merangsang terjadinya batuk, sehingga menimbulkan terjadinya dekanulasi. Dekanulasi yang terjadi sebelum 4 hari akan menutup jalan udara, karena saluran buatan belum terbentuk.
7.      Emfisema Subkutan (Subcutaneous Emphysema)
Emfisema subkutan dapat terjadi bila udara dari insisi trakheostomi memasuki jaringan di bawah kulit dan berkumpul di sekitar wajah, leher dan dada bagian atas. Pada daerah ini nampak bengkak (puffy) dan pada penekanan ringan dengan jari teraba dan terdengar crackless. Tetapi biasanya hal ini bukan masalah yang serius, karena udara akan diserap oleh tubuh.
F.      Penyapihan Dan Pelepasan Pipa Trakheostomi
1.      Penyapihan dari pipa trakheostomi
Bagi klien yang tidak membutuhkan ventilasi mekanik (mechanical ventilation), penyapihan dimulai melalui pengempisan balon untuk menentukan kemampuan klien mengelola secret tanpa terjadi aspirasi karenanya. Pipa trakheostomi yang telah dikempiskan kemudian dipertahankan untuk beberapa waktu sambil mamantau kemampuan klien untuk bernafas melalui saluran nafas bagian atas.Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi ini tergantung status pernafasan (respiratory status) dan rasa percaya diri klien. Tetapi biasanya proses penyapihan ini membutuhkan waktu 2 –5 hari.
Penyumbatan pipa trakheostomi biasanya dilakukan dengan memasukkan sumbat trakheostomi (decannulatioan stopper) kedalam outer cannula. Hal ini akan menutup pipa trakheostomi dan aliran udara pernafasan akan melalui saluran nafas yang normal.
Selama proses penyapihan ini, klien harus selalu dikaji untuk tanda-tanda respiratory distress atau ventilation impairment. Tanda-tanda tersebut antara lain:
a)      Pola dan frekuensi nafas yang abnormal
b)      Digunakannya otot-otot bantu pernafasan
c)      Nadi dan tekanan darah abnormal
d)     Warna kulit dan membran mukosa abnormal
e)      Analisa gas darah abnormal
Bila terdapat tanda-tanda tersebut di atas, segera hentikan proses penyapihan dan buka kembali pipa trakheostomi.
2.      Pelepasan Pipa Trakheostomi (Decannulation)
Pipa trakheostomi dapat dilepas setelah klien sukses menjalani masa penyapihan. Klien dikatakan sukses bila status dan fungsi pernafasannya stabil dengan criteria sebagai berikut :
a)      Klien mampu bernafas dengan nyaman selama trakheostomi disumbat (tracheostomy plugged)
b)      Hasil analisa gas darah menunjukkan tanda-tanda normal
c)      Klien mampu untuk batuk dan mengelola sekretnya
Pelepasan pipa trakheostomi dilakukan bila klien menunjukkan criteria status dan fungsi pernafasan yang stabil tersebut selama lebih dari 24 jam. Pernafasan klien harus nyaman dan mantap selama masa tersebut.
Setelah pipa trakheostomi dilepas, tutup stoma dengan kasa steril yang kering. Bersihkan kulit sekitar stoma, mucus dengan hydrogen piroxide, dan bilas dengan normal saline. Kemudian daerah penyembuhan luka tersebut ditutup dengan kasa steril yang kering. Kegiatan ini dilakukan setiap 8 jam sekali.
G.    Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada klien post operasi trakheostomi meliputi:
1.      Kemungkinan adanya secret yang kering atau basah di sekitar kanula atau pada penutup luka (tracheal dressing)
2.      Kemungkinan adanya penumpukan secret
3.      Perawatan rutin trachea yang adekuat untuk klien
4.      Kemampuan klien untuk bernafas melalui saluran nafas yang normal
5.      Status pernafasan klien : suara nafas, frekuensi nafas, penggunaan otot-otot bantu pernafasan
6.      Kesulitan bernafas, pernafasan cuping hidung, retraksi dan warna kuku
7.      Tanda-tanda vital
8.      Auskultasi suara paru
9.      Suara desisan kemungkinan kebocoran udara
10.  Pilot baloon, mengempis atau mengembang
Sementara itu menurut Tucker, et.al.(1992:279) pengkajian atau temuan pada klien post trakheostomi antara lain :
a)      Pada pasien :
·         Posisi trakheostomi
·         Balon : ada, terkembang, kempis
·         Ekspansi dada bilateral
·         Sputum: jumlah, karakter
·         Stoma: nyeri, bengkak, drainase
·         Kecemasan
·         Ketakutan akan mati kehabisan nafas
·         Tidak berdaya
·         Hemoragi: gelisah, takikardi, takipne, pernafasan bising, mengi, stridor, pucat, sianosis
·         Emfisema subkutan atau mediastina
·         Pneumotoraks
·         Cidera pada tiroid, saraf laryngeal
·         Komplikasi trakheostomi: infeksi stoma, hemoragi stoma, tekanan balon berlebihan
·         Infeksi: peningkatan suhu tubuh, aspirasi purulen
b)      Pada alat :
·         Ukuran pipa trakheostomi
·         Tipe pipa: punya balon atau tidak, fenestrated


H.    Diagnosa Keperawatan Dan Masalah Kolaboratif
Menurut Carpenito diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif yang mungkin terjadi pada klien post operasi trakheostomi antara lain :
1.         Diagnosa keperawatan
a)      Resiko tinggi ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan peningkatan sekresi sekunder terhadap trakheostomi, obstruksi cannula dalam atau perubahan posisi pipa trakheostomi
b)      Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan penumpukan sekresi berlebihan dan pemintasan system pertahanan jalan nafas bagian atas
c)      Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk menghasilkan suara sekunder terhadap trakheostomi
d)     Resiko tinggi terhadap perubahan seksual yang berhubungan dengan perubahan penampilan atau takut penolakan
e)      Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan status puasa post operasi, disfagia, odofagia, anoreksia, aspirasi
f)       Resiko tinggi terhadap ketidak efektifan penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang perawatan trakheostomi, ketidak waspadaan, tanda dan gejala komplikasi, perawatan kedaruratan dan perawatan lanjut
2.      Masalah kolaboratif
a)      Potensial komplikasi: Hipoksia
b)      Potensial komplikasi: Hemoragi
c)      Potensial komplikasi: Edema trachea
d)     Poensial komplikasi: Emfisema subkutan
e)      Potensial komplikasi: Pneumotoraks
f)       Potensial komplikasi: Fistula trakheoesofageal
g)      Potensial komplikasi: Perubahan posisi pipa trakheostomi
h)      Potensial komplikasi: Ekstubasi tidak sengaja
I.       Rencana Keperawatan
1.      Tujuan Perawatan (Objectives)
Menurut Smith & Duell tujuan (objectives) perawatan pada klien post operasi trakheostomi adalah untuk:
a)      Mencegah sumbatan jalan nafas melalui pengenceran (liquefying) dan penggerakkan (mobilizing) secret
b)      Mencegah terjadinya infeksi pada trachea
c)      Memperbaiki fungsi pernafasan, sehingga klien dapat bernafas dengan normal tanpa dukungan alat
d)     Menghisap secret lebih mudah
e)      Mengempiskan balon pipa trakheostomi untuk memfasilitasi penghisapan
f)       Mencegah aspirasi selama makan
g)      Mencegah kerusakan trachea (tracheal damage)
2.      Hasil yang diharapkan (Expected Outcomes)
Hasil yang diharapkan (expected outcomes) dari asuhan perawatan pada klien post operasi trakheostomi meliputi:
a)      Ventilasi klien adekuat tidak adanya respiratory distress
b)      Sekret mudah dicairkan dan digerakkan dengan instilasi normal saline
c)      Secret mudah dihisap
d)     Lokasi trakheostomi tidak terjadi infeksi
e)      Klien mampu untuk makan tanpa aspirasi bahan makanan
f)       Nekrosis trachea tidak terjadi
3.      Perawatan Segera Post Operasi
Menurut Tucker, et.al. perawatan segera yang dilakukan pada klien post operasi trakheostomi antara lain :
a)      Perawatan di ruang pemulihan
b)      Pertahankan kepatenan jalan nafas
§  Berikan humidifikasi pada trakheostomi
§  Lakukan penghisapan kalau perlu (perlu tidaknya penghisapan tergantung hasil auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam). Penghisapan dilakukan bila terdengar krekels dan ronkhi di atas jaln nafas yang besar. Gunakan tekhnik steril ketika melakukan penghisapan. Sebelum melakukan penghisapan hiperoksigenasikan dan hiperinflasikan paru klien.
§  Bersihkan inner cannula (bila ada) setiap 2 – 4 jam kalau perlu
§  Hindari penyumbatan jalan nafas oleh alat tenun ketika membalikkan klien
§  Tempatkan obsturator diatas kepala klien ( tempat tidur bagian kepala) 
§  Siapkan pipa trakheostomi dengan ukuran dan tipe yang sama
§  Siapkan resusitator genggam disamping tempat tidur
c)      Tinggikan bagian kepala tidur 450- 600 ; cegah leher agar tidak fleksi ke depan.
§  Pindahkan bantal bila perlu
§  Letakkan handuk kecil dibawah bahu
d)     Berikan oksigen atau ventilasi mekanik sesuai pesanan dokter; lihat standard yang berhubungan
e)      Bila digunakan pipa trakheostomi yang memiliki balon (cuffed tracheostomy tube):
§  Pertahankan pengembangan balon baik dengan tehnik volume kebocoran minimal atau oklusif;tes tekanan dalam balon yang mengembang setiap 2 – 4 jam; tekanan balon harus tetap dibawah 20 mmHg
§  Gunakan tekanan rendah – selang dengan balon
f)       Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 2- 4 jam; laporkan pada dokter bila bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar.
Pantau tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu tubuh setiap 4 jam
§  Pertahankan puasa
§  Kaji stoma dan leher setiap 2 – 4 jam sesuai indikasi; laporkan                         rembesan konstan, emfisema subkutan
§  Ajarkan dan bantu pasien untuk berbalik, batuk dan nafas dalam setiap 2 jam
4.      Perawatan Terus Menerus
Perawatan terus menerus dilakukan sebagai kelanjutan dari perawatan segera. Perawatan ini meliputi:
a)      Lanjutkan dengan perawatan segera post operasi dan kurangi frekuensi fungsi keperawatan sesuai dengan peningkatan kondisi klien
b)      Pertahankan diet klien sesuai pesanan:
§  Kaji kemampuan menelan (makan mungkin dilakukan melalui selang nasogastrik sampai kemampuan menelan pulih kembali)
§  Mulai memberikan makan dengan makanan semi padat
§  Kembangkan balon sebelum memberikan makan dan biarkan berkembang selama 30 menit setelah makan
§  Tes refleksi menelan dengan gelatin; siapkan peralatan penghisapan
§  Observasi terhadap tanda aspirasi dan fistula trakheoesofagus
c)      Bersihkan kulit di sekitar stoma setiap 4 jam dan bila perlu:
§  Cuci dengan hydrogen peroxide
§  Bilas dengan larutan saline
§  Keringkan
d)     Ganti dan amankan ikatan trakheostomi bila perlu
e)      Letakkan kasa 4 x 4 inchi di bawah pipa trakheostomi
f)       Lakukan perawatan trakheostomi :
§  Setelah intubasi setiap 4 jam selama dua hari
§  Perawatan rutin setiap 8 jam dan bila perlu
g)      Bila trakheostomi permanen, mulai untuk perawatan trakheostomi sementara klien melihatnya di cermin.
h)      Tetapkan cara berkomunikasi :
§  Siapkan alat tulis atau Magic Slate di samping tempat tidur klien
§  Hindari pertanyaan yang membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak”
§  Tunggu klien untuk menuliskan jawaban; jangan mengantisipasi akhir kalimat
§  Baca pernyataan klien dengan keras
§  Berikan dorongan klien untuk mengkomunikasikan perasaan-perasaannya
i)        Berikan dorongan emosi:
§  Berikan dorongan untuk berkomunikasi dengan orang terdekat; Bantu pengunjung dan staf untuk tidak mengucilkan klien dari pembicaraan atau berbicara secara perorangan dengan orang lain
§  Tetaplah bersama klien selama memungkinkan
§  Jawablah lampu pemanggil dengan cepat
§  Atasi rasa takut mati kehabisan nafas dan ketidakberdayaan
j)        Lepaskan pipa trakheostomi sesuai pesanan dokter:
§  Sadarilah bahwa fenestrated tracheostomy tube mungkin digunakan untuk proses pelepasan pipa
§  Sumbat sebagian pipa trakheostomi. Pastikan bahwa balon dikempiskan saat semua prosedur dilakukan
§  Observasi klien terhadap adanya tanda-tanda obstruksi pernafasan
§  Secara bertahap tingkatkan ukuran sumbatan sampai trakheostomi secara lengkap dilepaskan; ingatkan dokter bila klien dapat menoleransi oklusi trakheostomi sempurna dalam 24 jam.
§  Bila trakheostomi ditujukan dalam jangka panjang atau permanen, tetapkan cara berkomunikasi (alat tulis, magic slate, lampu pemanggil dalam jangkauan, bel pemanggil)
k)      Lakukan instruksi pada :
§  Perawatan trakheostomi dan stoma; bicarakan dan peragakan; sediakan cermin
§  Prosedur pencucian tangan
§  Prosedur penghisapan sebelum perawatan trakheostomi
§  Prosedur perawatan inner cannula
§  Penggantian ikatan trakheostomi
§  Pembersihan kulit di sekitar stoma (gunakan hydrogen peroksida, bilas dengan larutan salin, lalu keringkan)
J.       Prosedur Keperawatan
Prosedur keperawatan yang digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien post operasi trakheostomi meliputi (Smith & Duell) :
1.      Membersihkan inner cannula
2.      Merubah ikatan leher
3.      Melakukan penghisapan trakheostomi
4.      Menggunakan resusitator manual
5.      Instilasi dengan normal saline
6.      Plugging a tracheostomy
7.      Mengempiskan balon trachea
8.      Mengambangkan balon trachea

 



DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. & Jacobs, Esther M. (1997). Medical Surgical Nursing Clinical Management for Continuity of Care (4th ed). Pensylvania: WB. Sauders Company.
Carpenito, Linda Juall. (1995). Rencana asuhan & Dokumentasi Keperawatan : Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif (edisi 2). Terjemahan oleh Yasmin Asih (ed). 1999. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
DeWit, Susan C. (1998). Esential Medical Surgical Nursing.
Smith, Sandra F. & Duell, Donna J. (1992). Clinical Nursing Skills (3rd ed). Connecticut: Appleton & Lange.
Taylor, C., Lillis, C. & LeMone, P. (1997). Fundamental of Nursing : The Art and Science of Nursing Care (3rd ed). New York: Lippincott
Tucker, Susan M., et.al. (1992) Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi (edisi 5). Terjemahan oleh Monica Ester (ed). 1998. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar